Tampilkan postingan dengan label Jepang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jepang. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Oktober 2010

Perkembangan Jepang Dalam 100 Tahun





















http://wahw33d.blogspot.com/2010/10/jepang-100-tahun-lalu-dan-100-tahun.html

Jumat, 20 Agustus 2010

Dunia Kerja Di Jepang

Mungkin beberapa dari kita ingin hidup dan bekerja di Jepang. Bayangkan koleksi anime dan JAV yang bisa didapat dengan mudah, makanan2 yang eksotis, dan wanita-wanitanya yang baik hati

Namun bukan hal-hal tersebut yang saya akan bahas namun kehidupan mayoritas karyawan di Jepang yang biasa disebut Salaryman.

Setiap tahun terdapat jutaan mahasiswa yang bersorak gembira ketika mereka dinyatakan lulus dari universitas. Mereka senang karena jerih payah orang tua tidak sia-sia setelah mereka di wisuda mengenakan toga. Sayang sekali... mereka tidak sadar kalau mereka baru saja keluar dari 'kandang anak kucing' dan masuk ke hutan belantara yang dipenuhi oleh singa, ular berbisa, mawar beracun, dan banyak lagi yang aneh-aneh.

(Baru lulus nih, ga sia2 belajar keras)

Menurut survey di Tokyo, orang-orang yang baru lulus kuliah cenderung mengalami tingkat stress yang lebih tinggi jika dibandingkan ketika mereka sedang menghadapi ujian terakhir di kampus.

Kenapa mereka lebih stress? Karena mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan!

Makin hari makin banyak darah segar yang bersaing ketat untuk mendapatkan pekerjaan. Dan ketika saingan semakin banyak, banyak pula yang rela di gaji rendah, kerja semakin larut, dan tingkat kesehatan yang semakin menurun.

Nah disinilah kenyataan bersikap kejam
Inilah dunia kerja Jepang yang sesungguhnya.

'Setiap hari saya hidup dengan kegelisahan yang mengerikan,' kata Ikezaki, seorang karyawan kontrak yang saat ini kerja dengan gaji ¥75.000/bulan (atau sekitar 7 juta rupiah per bulan). 'Ketika saya berpikir tentang masa depan saya, saya jadi tidak bisa tidur di malam hari.'

Berdasarkan data dari pemerintah Jepang, terdapat lebih dari 10 juta orang yang hidup dengan penghasilan kurang dari standard normalnya Jepang yaitu ¥1.600.000/tahun (atau sekitar 155 juta rupiah per tahun).

Mungkin ini semua adalah akibat dari perusahaan-perusahaan Jepang yang lebih mementingkan keuntungan perusahaan dan memanfaatkan keluguan para pekerja baru (yang jelas-jelas tidak punya pilihan lain)


Terciptalah salaryman. Orang-orang yang hidup dengan gaji rendah, kerja setengah mati, tanpa uang lembur, dan tanpa kepastian peningkatan karir meskipun mereka telah bekerja puluhan tahun. Makanya jangan heran ketika kamu melihat banyak karyawan Jepang yang tertidur pulas di kereta ketika mereka menuju pulang ke rumah. Mereka terlalu lelah



Kata salaryman sendiri diambil dari bahasa Inggris, yaitu salary (gaji) dan man (orang), jadi salaryman artinya adalah orang yang hidupnya 100% tergantung dari gaji. Mereka kalo sampai dipecat rasanya dunia kiamat. Kalo di Indonesia, ini sama dengan bangsawan = bangsa karyawan.

Saking stressnya, tercipta satu kata baru yang terkenal di dunia pekerja Jepang untuk menggambarkan betapa kerasnya kerja di Jepang, yaitu karoshi.

Apa itu karoshi?

Simak dibawah juga..

Karoshi artinya 'mati di kerja' atau kematian karena stress pekerjaan. Halusnya berarti 'meninggal karena setia dan mengabdi kepada perusahaan'. Kematiannya bisa karena kecelakaan di tempat kerja, kematian karena terlalu lelah (kesehatannya menurun jauh), ataupun karena bunuh diri karena stress kerja.

Saking seriusnya masalah ini, pemerintah Jepang telah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya. Mulai dari menyediakan nomor telepon darurat untuk menerima keluh-kesah para salaryman, buku petunjuk untuk mengurangi stress, sampai mensahkan undang-undang yang memberikan sejumlah uang (asuransi) ke para janda dan anak-anak yang ditinggal mati karena karoshi.

Menurut data pemerintah, dari 2.207 kasus bunuh diri pada tahun 2007, 672-nya adalah karena pekerjaannya terlalu banyak. Kasus karoshi yang terkenal adalah kasus kematian Kenichi Uchino pada tahun 2002, seorang manager quality-control berusia 30 tahun yang bekerja di perusahaan otomotif terbesar di dunia, Toyota.

Kenichi dikabarkan bekerja lembur selama 80 jam setiap bulan selama 6 bulan lamanya tanpa dikasih uang lembur atau bonus tambahan apapun. Dia akhirnya jatuh pingsan di tempat kerjanya dan dilarikan ke rumah sakit, yang kemudian membawanya ke akhirat.

McDonald's Jepang pun terkena masalah ini. Salah seorang manager restorannya jatuh sakit dan meninggal karena bekerja lembur tanpa bayaran apapun.

Mau gak mau, karena tekanan publik, Toyota dan McDonald's akhirnya memutuskan akan memberikan uang lembur bagi yang ingin bekerja lembur dan menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih baik.

Para salaryman ini sebenarnya niatnya baik, yaitu ingin memajukan perusahaannya. Ditambah lagi dengan kebudayaan Jepang yang selalu menekankan disiplin tinggi, mereka berpikiran bahwa dengan bekerja lebih lama dan lebih keras daripada karyawan lain dan tanpa meminta bayaran apapun, boss mereka bisa memberikan posisi yang lebih baik. Tapi kenyataan, TIDAK!!..

Dan jadwal seorang salaryman bisa disimak sebagai berikut

06:30 = bangun dari tempat tidur
07:30 = berangkat ke kantor (jalan kaki / naik sepeda / subway)
08:50 = harus tiba di kantor
09:00 = meeting pagi dengan supervisor
09:10 = mulai kerja
12:00 = makan siang (bento / kantin / restoran terdekat)
13:00 = mulai kerja lagi
17:00 = lembur dimulai (biasanya tanpa uang lembur)
20:30 = pesta nomikai (kalau ada)
21:30 = pulang ke rumah (jalan kaki / naik sepeda / subway)
22:30 = sampe rumah, nonton TV, baca koran
23:00 = tidur

Ulangi terus dari Senin-Jumat. Sabtu biasanya pulang lebih awal (kalau ada lembur, kerja seperti biasa). Minggu libur (kalau ada lembur, kerja seperti biasa).
Peraturan di kantor:
#1. Kalau atasan bilang bumi berbentuk kotak, maka bumi bentuknya kotak.
#2. Kalau dia berubah pikiran, maka bumi juga bentuknya berubah.
#3. Lupakan apa kata pelanggan. Boss adalah raja.
#4. Karyawan baru? Boss adalah Tuhan.
#5. Membungkuk. Membungkuk. Membungkuk.

Selasa, 17 Agustus 2010

Gaji Rata-rata Pekerja Di Jepang

Data pribadi yang paling tidak ingin diketahui oleh orang lain kalau pria adalah penghasilan, sedangkan wanita adalah alamat.”, demikian hasil survey yang diumumkan oleh Nihon RSA pada tahun 1998. Tetapi, besarnya gaji di Jepang mungkin adalah salah satu hal yang menarik untuk diketahui, terutama mereka yang ingin bekerja di Jepang.ane mau ngasih informasi tentang berapa gaji macam2 pekerjaan di jepang.

Tuntungan Blog is loading..


1. Perdana Menteri (41.65) = Rp 4,165 miliar/tahun

2. Menteri (30.41) = Rp 3,041 miliar /tahun

3. Anggota Parlemen (22.28) = Rp 2,228 miliar/tahun

4. Pengacara/”bengoushi” (21.01) = Rp 2,101 miliar/tahun

5. Pilot (17.13) = Rp 1,713 miliar/tahun

6. Dokter (12.27) = Rp 1,227 miliar/tahun

7. Professor (11.53) = Rp 1,153 miliat/tahun

8. Associate Professor (9.17) = Rp 917 juta / tahun

9. Polisi (8.40)= Rp 840 juta / tahun

10. Wartawan (7.82)= Rp 782 juta / tahun

11. Guru SMA (7.41) = Rp741 juta/ tahun

12. Pegawai Pemda (7.28) = Rp 728 juta/ tahun

13. Guru Sekolah Kejuruan (5.38) = Rp 538 juta / tahun

14. Perawat (4.64) = Rp 464 juta/ tahun

15. Salaryman (4.39)= Rp 439 juta/tahun

16. Programmer (4.12)= Rp 412 juta/tahun

17. Guru TK (3.28)= Rp 328 juta/tahun

18. Supir Taxi (3.06)= Rp 306 juta /tahun

Tuntungan Blog is loading..

1. Gaji di Jepang umumnya dihitung berdasarkan pendapatan kotor per tahun (“nenshu”, 年収), sebelum dikurangi dengan pension (“nenkin”,年金), asuransi (“hoken”,保険) dsb.

2. Pendapatan pertahun (年収) terdiri dari dua komponen : gaji (“kyuuyo”,給与) + bonus (“shouyo”, 賞与). Besarnya bonus tidak seragam. Ada yang besarnya tiga kali pendapatan per bulan, dua kali, atau tidak sama sekali.

3. Besarnya gaji dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain lama kerja dan usia.

4. Ada beberapa sumber mengenai gaji berbagai profesi di Jepang. Data di bawah berasal dari majalah President bulan Desember 2005 yang dikutip di situs Ini . Angka yang tercantum di dalam kurung adalah rata-rata pendapatan per tahun (bukan per bulan), dalam satuan juta yen. Hanya sebagian data saja yang ditampilkan. Sayang saya belum membaca artikel aslinya, sehingga tidak tahu secara detail bagaimana survey itu dilakukan.

Ini baru gaji bersih, belom di tambah gaji kotor, kalo udah ditambah bakalan 3x lipat.

Kurs yang ane pake Rp 100 = 1 Y

Tuntungan Blog is loading..

padahal data diatas nilainya bisa lebih tinggi soalnya:

5. Data dari NTA (National Tax Agency)menyebutkan bahwa pada tahun 2005, banyaknya orang yang memiliki penghasilan di Jepang dan bekerja selama 1 tahun adalah 44.94 juta orang. Rata-rata pendapatan mereka sebesar 4.37 juta yen (dalam satu tahun). Pekerja pria 27.74 juta orang dan rata-rata penghasilannya 5.38 juta yen. Sedangkan wanita, 17.20 juta orang dan rata-rata penghasilannya 2.73 juta yen.

6. Rata-rata penghasilan part time job (arubaito) : 966 yen (Juni 2006).

7. Sekedar referensi saja, beasiswa Monbukagakusho per bulan untuk tahun finansial 2007/2008 sekitar 134 ribu yen (S1) dan 172 ribu yen (S2 dan S3), berarti per tahun 1.7 juta (S1) dan 2.1 juta (S2). Beasiswa ini adalah jumlah bersih yang diberikan kepada siswa untuk hidup sehari-hari (membayar sewa apartemen, makan, minum, dsb.), di luar uang kuliah. Hanya saja beasiswa ini tidak dianggap sebagai penghasilan, dan pelajar dianggap zero income, sehingga tidak dikenakan pajak penghasilan.

8. Angka di atas kalau dikonversikan ke rupiah akan terkesan sangat besar. Tetapi hal ini tidak lantas berarti menggambarkan taraf kemakmuran seseorang dari sudut pandang Indonesia, demikian pula sebaliknya. Untuk memberikan gambaran yang tepat dan fair, perlu ditambahkan informasi living cost di negara tersebut. Hal ini karena terdapat perbedaan signifikan pada living cost antara keduanya. Saya pernah ditanya oleh teman Jepang mengenai besarnya gaji di Indonesia. Jawaban sederhana adalah dengan mengkonversikan angka tersebut ke yen. Orang Jepang yang mendengarnya akan terkejut, karena gaji sebesar itu tidak akan cukup dipakai hidup di Jepang. Tetapi saat saya jelaskan bahwa biaya hidup di Indonesia sangat jauh berbeda dengan di Jepang, baru teman saya tersebut memahaminya.

9. Berkaitan dengan point 8 di atas, salah satu parameter yang sering dipakai untuk mengukur tingkat standard hidup adalah Engel’s coefficient. Engel’s Coefficient didefinisikan sebagai prosentase penghasilan yang dipakai untuk belanja kebutuhan primer pangan (飲食費) terhadap total pengeluaran bulanan. Semakin rendah nilainya, berarti semakin tinggi tingkat standard hidupnya.

Kamis, 22 Juli 2010

Alasan Bangsa Jepang Lebih Maju

Mereka yang pernah mendaki Gunung Fuji layak disebut orang bijak. Namun, mereka yang mendaki untuk kedua kalinya layak disebut orang bodoh. (Rahasia Pepatah Jepang).

Fuji yang berketinggian 3.776 meter merupakan simbol bagi masyarakat Negeri Sakura. Gunung yang dikeramatkan orang Jepang yang berarti ”keabadaian” ini adalah simbol pembangkit semangat bagi masyarakat Jepang untuk terus berpikir kreatif, terlebih ketika keadaan kian mustahil. Inilah salah satu mengapa orang Jepang sukses menguasai dunia meski memiliki segunung kekurangan. Fakta itulah yang diungkapkan Ann Wan Seng dalam bukunya, Rahasia Bisnis Orang Jepang: Belajar dari Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia (terbitan 2006).


Dalam buku itu Wan Seng menggambarkan bagaimana orang Jepang yang berfisik kecil bisa mengalahkan mereka yang berasal dari Barat. Setelah bom atom Amerika menghunjam di jantung kota Jepang pada 1945, semua pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang akan segera bangkrut. Namun, prediksi itu meleset. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang mampu bangkit dan bahkan menyaingi perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti, pendapatan per kapita dan taraf hidup rakyat Jepang menempati posisi kedua tertinggi di dunia. Pada pertengahan era 1990-an, produk nasional bruto (PNB) Jepang mencapai USD37,5 miliar.

Shinjuku

Angka tersebut sekaligus menempatkan posisi Jepang di belakang Swiss yang memiliki PNB tertinggi di dunia sebesar USD113,7 miliar. Selain itu, Jepang tidak memiliki utang luar negeri. Dalam pandangan orang Jepang, kekalahan dapat ditebus dengan kemenangan dan keberhasilan dalam bidang lain. Bangsa Jepang tidak pernah menyerah dengan segala kekurangan dan kelemahan. Meski memiliki sumber daya alam yang sedikit, gempa sering mengancam, orang Jepang berupaya menggunakan segala potensi yang ada untuk membangun negaranya agar sebanding dengan negara yang kaya dengan sumber alam.

Orang Jepang pandai menempatkan dan memanipulasi segala sumber yang ada sebaik mungkin. Bangsa Jepang cepat dan tanggap bertindak dan tidak menunggu peluang datang, tetapi mencari dan menciptakan sendiri peluang tersebut. Sejatinya, faktor utama kesuksesan bangsa Jepang terletak pada etos kerja, kreativitas, dan paradigma pantang menyerah. Bangsa Jepang dinilai rajin dan optimistis. Prinsip kesungguhan, disiplin ketat, usaha, dan semangat kerja keras (spirit bushido) rakyat Jepang diwariskan secara turun-temurun.


Kedisiplinan bangsa Jepang dikaitkan dengan harga diri (disiplin Samurai). Sejarah membuktikan, Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika Restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Selain menjadi pengimpor minyak bumi, batu bara, biji besi dan kayu, sebanyak 85 persen sumber energi Jepang berasal dari negara lain, termasuk Indonesia.

http://102fm-itb.org/uploads/nukebomb2.jpg

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, ditambah adanya gempa bumi besar di Tokyo. Namun, ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri automotif dan bahkan kereta cepat (shinkansen). Sebenarnya, etos dan budaya kerja orang Jepang tidak jauh beda dengan bangsa Asia lain seperti China dan Korea yang juga pekerja keras. Namun, mengapa bangsa Jepang lebih berhasil dan maju dibandingkan bangsa Asia lain?

Ternyata, orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran. Mereka merasa lebih dihargai jika diberi tugas pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan. Pada 1960, rata-rata jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/ tahun.


Pada 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika Serikat (1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan Prancis (1.680 jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat kerja. Di Jepang, orang yang pulang kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang tidak penting, malas, dan tidak produktif.


Bahkan istri-istri orang Jepang lebih bangga bila suami mereka ”gila kerja” bukan ”kerja gila”. Sebab hal itu juga menjadi pertanda suatu status sosial yang tinggi. Untuk melancarkan urusan pekerjaan, orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu dengan tertib dan disiplin. Kedua elemen itu menjadi dasar kemakmuran ekonomi yang dicapai Jepang sampai saat ini. Seperti pahlawan dalam cerita rakyat Jepang, si samurai buta Zatoichi, Jepang harus memastikan segala-galanya, termasuk rakyatnya, senantiasa bergerak cepat menghadapi perubahan di sekelilingnya.


Jika semuanya berhenti bergerak, ekonomi Jepang akan runtuh seperti Zatoichi yang luka dan mati karena gagal mempertahankan diri dari serangan musuh. Sebab ia tidak bergerak dan hanya dalam keadaan statis. Ketika para pekerja di negara-negara Barat mengalami penurunan produktivitas, di Jepang justru tampak prestasi yang menakjubkan. Pada 1975 misalnya, setiap sembilan hari seorang pekerja Jepang menghasilkan sebuah mobil seharga 1.000 poundsterling. Sementara pekerja di perusahaan Leyland Motors, Inggris, membutuhkan 47 hari untuk menghasilkan mobil dengan harga yang sama. Seorang pekerja di Jepang rata-rata dapat melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan enam sampai tujuh orang di negara lain.

The Okonomiyaki Robot starts the process by mixing the pancake mixture and then pouring it out on a hot plate

http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2008/10/28/article-0-024528BD000005DC-611_468x518.jpg

Selain itu, budaya malu di Jepang juga menjadi faktor yang cukup menentukan keberhasilan. Malu adalah budaya leluhur dan turun-temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena ”mengundurkan diri” bagi para pejabat yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugas. Orang Jepang juga memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian.
A speeding bullet train

Sikap antikonsumerisme berlebihan ini tampak dalam berbagai bidang kehidupan. Banyak orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekira pukul 19.30. Sudah menjadi hal biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuh pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Di Jepang, supermarket rata-rata tutup pada pukul 20.00. Di samping itu, loyalitas membuat sistem karier di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Yang tak kalah penting dari budaya bangsa Jepang adalah membaca.

Di Jepang pada setiap densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Hal lain yang cukup menarik adalah hingga saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata ”tidak” apabila mendapat tawaran dari orang lain.

Senin, 19 Juli 2010

Tradisi Pernikahan Di Jepang

Di setiap negara mengakui sucinya pernikahan melalui sebuah upacara pernikahan, tidak semuanya dibuat sama. Tradisi pernikahan di suatu negara mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat di negara lain.

(INTERNET)

Walaupun ada banyak cara untuk merayakan sebuah pernikahan di Jepang, namun kebanyakan pasangan mengikuti ritual tradisi Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan tradisional masyarakat Jepang dan merupakan agama yang paling populer di Jepang di samping agama Budha.

Saat ini, adat pernikahan bergaya Barat, seperti ritual pemotongan kue, pertukaran cincin, dan bulan madu, sering kali dipadukan dengan adat tradisional Jepang.

Upacara pernikahan Shinto sifatnya sangat pribadi, hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Seringkali diadakan di sebuah tempat suci atau altar suci yang dipimpin oleh pendeta Shinto. Banyak hotel dan restauran yang dilengkapi dengan sebuah ruangan khusus bagi upacara pernikahan.

Selama hari-hari keberuntungan tertentu dalam kalender Jepang, sangat lumrah untuk melihat lusinan pasangan mengikat janji dalam pernikahan Jepang di tempat suci Shinto.

Di awal upacara pernikahan, pasangan dimurnikan oleh pendeta Shinto. Kemudian pasangan berpartisipasi dalam sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo. Selama ritual ini, mempelai perempuan dan pria bergiliran menghirup sake, sejenis anggur yang terbuat dari beras yang difermentasikan, masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang disediakan.

Saat mempelai perempuan dan pria mengucap janji, keluarga mereka saling berhadapan (umumnya kedua mempelai yang saling berhadapan). Setelah itu, anggota keluarga dan kerabat dekat dari kedua mempelai saling bergantian minum sake, menandakan persatuan atau ikatan melalui pernikahan.

Upacara ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (sejenis pohon keramat) yang ditujukan kepada Dewa Shinto. Tujuan kebanyakan ritual Shinto adalah untuk mengusir roh-roh jahat dengan cara pembersihan, doa dan persembahan kepada Dewa.

Prosesi singkat ini sederhana dalam pelaksanaannya namun sungguh-sungguh khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat pernikahan fisik kedua mempelai secara rohani.

Apabila sepasang mempelai Jepang ingin melaksanakan pernikahan tradisional Jepang yang murni, maka kulit sang mempelai perempuan akan dicat putih dari kepala hingga ujung kaki yang melambangkan kesucian dan dengan nyata menyatakan status kesuciannya kepada para dewa.

Mempelai perempuan umumnya akan diminta memilih antara dua topi pernikahan tradisional. Satu adalah penutup kepala pernikahan berwarna putih yang disebut tsuni kakushi (secara harafiah bermakna "menyembunyikan tanduk"). Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen rambut kanzashi di bagian atasnya di mana mempelai perempuan mengenakannya sebagai tudung untuk menyembunyikan "tanduk kecemburuan", keakuan dan egoisme dari ibu mertua - yang sekarang akan menjadi kepala keluarga.

Masyarakat Jepang percaya bahwa cacat karakter seperti ini perlu ditunjukkan dalam sebuah pernikahan di depan mempelai pria dan keluarganya.

Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih mempelai perempuan, juga melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan lembut dan kesediannya untuk melaksanakan perannya dengan kesabaran dan ketenangan. Sebagai tambahan, merupakan kepercayaan tradisional bahwa rambut dibiarkan tidak dibersihkan, sehingga umum bagi orang yang mengenakan hiasan kepala untuk menyembunyikan rambutnya.

Hiasan kepala tradisional lain yang dapat dipilih mempelai perempuan adalah wata boushi. Menurut adat, wajah mempelai perempuan benar-benar tersembunyi dari siapapun kecuali mempelai pria. Hal ini menunjukkan kesopanan, yang sekaligus mencerminkan kualitas kebijakan yang paling dihargai dalam pribadi perempuan.

Mempelai pria mengenakan kimono berwarna hitam pada upacara pernikahan.

Ibu sang mempelai perempuan menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan tudung sang anak, namun, ayah dari mempelai perempuan mengikuti tradisi berjalan mengiringi anak perempuannya menuju altar seperti yang dilakukan para ayah orang Barat.

Seperti umumnya di Indonesia, para tamu yang diundang pada pesta pernikahan di Jepang, perlu membawa uang sumbangan dalam dompet mereka. Hal ini karena mereka diharapkan memberikan pasangan goshugi atau uang pemberian yang dimasukkan dalam amplop, yang dapat diberikan baik sebelum atau sesudah upacara pernikahan.

Di akhir resepsi pernikahan, tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan makan, atau pernak-pernik pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada para tamu untuk dibawa pulang.

Postingan Populer