Suku Bishnoi di Rajasthan mengenakan pakaian warna-warni, menjalani kehidupan yang berwarna pula.
Para penduduk desa Bishnoi di sebelah barat Rajasthan punya cara unik dalam menyambut tamu. Demi kesopanan, mereka akan mempersilakan Anda mencicipi opium.
Anda akan lebih sungkan menolak setelah melihat ritual rumit yang dilakukan oleh komunitas terisolasi ini untuk membuat adonan opium.
Ketika saya datang ke sana, tuan rumah menghancurkan bola kecil opium kering dalam sebuah mangkuk tembaga. Perlahan, ia menambahkan air, tetes demi tetes. Setelah menyaringnya beberapa kali, adonan bernama “amal” ini lalu dituang ke tangan saya yang sudah menengadah.
Tidak seperti yang saya bayangkan, rasanya cair, pahit dan tidak ada pengaruhnya apa-apa.
Meski begitu, apa yang mereka lakukan adalah bentuk keramahan luar biasa.
Opium dan pelestarian
Ritual pembuatan minuman opium yang disiapkan untuk para tamu kampung.Ritual pembuatan minuman opium ini dilakukan bagi para pengunjung yang datang ke desa. Meski secara resmi opium dilarang di India, tetapi masih tersedia berkat suku pencinta lingkungan ini. Dari suku Bishoi yang pemberani inilah, istilah “tree-hugger” (pemeluk pohon) berasal.
Pada 1730, ratusan orang dari suku Bishnoi siap mengorbankan
nyawa mereka dengan memeluk pohon demi mencegah penebangan. Orang-orang ini kemudian dihukum pancung. Tapi saat Maharaja Jodhpur mendengar cerita pengorbanan suku Bishnoi, ia memerintahkan para penebang untuk memotong pohon (dan kepala orang) di kawasan ini.
Sampai hari ini, orang Bishnoi terkenal dengan dedikasinya pada penyelamatan lingkungan. Otoritas pemerintah pun pura-pura tidak tahu akan penggunaan opium suku Bishnoi untuk ritual keagamaan.
Dalam perjalanan sejauh 40 km menuju tenggara Jodhpur itu, pemandu saya menjelaskan bagaimana besan suku Bishnoi menikmati minum teh bersama. Pada hari pernikahan, ayah mempelai wanita menawarkan opium campur air ke ayah mempelai pria. Tiga kali ditawarkan, tiga kali pula air opium itu diminum dari tangan. Selanjutnya, ayah mempelai pria akan melakukan hal yang sama untuk ayah mempelai wanita.
Sebenarnya ini adalah ritual perkenalan saat orang asing datang berkunjung. Namun, mereka menghormati tata krama dan kebiasaan dari orang asing yang berkunjung dengan membolehkan air opium diminum dari tangan si turis sendiri.
Kadang-kadang bubuk saffron (kuma-kuma) dipakai sebagai pengganti opium.
Berakar dari agama
Selain air opium, mereka yang bertamu ke desa ini juga akan disuguhi hidangan tradisional, yaitu roti dan kari.Kata “Bishnoi” yang berarti 29 — merujuk pada 20 prinsip agama Hindu dan sembilan prinsip Muslim yang dijunjung
kelompok etnis ini — menghasilkan serangkaian perintah yang intinya berhubungan dengan perlindungan lingkungan.
Kaum Bishnoi sangat menghormati kijang dan sapi karena mereka percaya dua mahluk ini adalah nenek moyang mereka. Maka itu, kijang dan sapi mereka lindungi dari pemburu. Kaum ibu di sini bahkan siap memberi ASI pada kijang yang tak beribu. Kaum Bishnoi juga tidak pernah makan daging.
Kayu yang akan mereka pakai untuk memasak akan dilempar tiga kali ke tanah, hanya untuk memastikan tidak ada lagi serangga yang tersembunyi di dalam kayu saat dibakar.
Mereka pun menyaring air dua kali sebelum memasaknya,
untuk menghindari adanya serangga-serangga kecil.
Tapi yang paling mengejutkan dari kehidupan suku Bishnoi (kini sudah tak berlaku lagi) adalah sistem pejantan.
Sambil menikmati hidangan pasca-opium — kari labu, cabai dan chapati gandum — saya diberi tahu bahwa sampai 50 tahun lalu, pria paling tampan di kampung akan disarankan untuk tidur dengan sebanyak mungkin wanita yang belum menikah, selama sepuluh tahun.
Pejantan ini kemudian dipancung, atau setidaknya, dikucilkan seumur hidup. Sistem ini kini sudah dilarang — meski mereka juga bilang hal yang sama tentang opium di sini.
Sistem ini kini sudah dilarang — meski mereka juga bilang hal yang sama tentang opium di sini.
Mencapai Jodhpur
http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/118-sambutan-selamat-datang-dari-suku-asli-di-india
Tidak ada komentar:
Posting Komentar