Kalimantan memang pulau yang indah nan subur, pulau yang memberikan berkah berlimpah berkat sumber daya alamnya yang kaya. Pulau yang dimiliki oleh tiga Negara sekaligus ini merupakan salah satu pulau terbesar di dunia. Memiliki kekayaan alam, tidak sepenuhnya memberikan berkah bagi penduduk sekitarnya. Indonesia memiliki bagian terbesar daerah di Kalimantan tapi ironisnya, Indonesia memiliki penduduk termiskin yang sangat kontras dengan pemilik pulau lainnya seperti Malaysia dan Brunai Darusallam yang hidup dengan mewahnya.
Ketimpangan sosial ini menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di Kalimantan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan walaupun sadar tanah yang mereka pijak telah memberikan triliunan Dollar kepada pemerintah dan sebagian pengusaha. Bila kita mendengar terjadinya eksodus TKI dari daerah sekitar Kalimantan menuju Malaysia atau Brunai, maka kita tidak bisa menyalahkan mereka.
Bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan di negeri tetangga, itu adalah sebuah berkah, tapi bagi mereka yang tidak punya pilihan karena tidak dapat bekerja. Mereka hanya mengandalkan satu hal, diri mereka sendiri untuk dikorbankan. Itulah yang terjadi pada gadis-gadis Kalimantan yang banyak terjadi di sebuah daerah Kalimantan Barat, Singkawang. Gadis-gadis remaja yang beranjak dewasa atau disebut Amoy, rela melepas perawan mereka dengan diperistri oleh laki-laki luar yang kebanyakan berasal dari Malaysia, Taiwan, Hongkong dan Brunei.
Singkawang memang kota yang unik, hampir sebagian penduduknya secara garis besar adalah warga keturunan China yang telah hidup di Indonesia selama beberapa generasi dari nenek moyang mereka. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai petani, nelayan dan pedagang. Sayangnya, tidak semua penduduknya hidup seperti layaknya keturunan China di beberapa Negara atau kota yang hidup mewah ataupun sederhana. Banyak dari penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan yang sangat menyedihkan.
Kata Amoy adalah singkatan bagi gadis-gadis remaja keturunan China yang belum menikah. Boleh dikatakan Singkawang memang indentik dengan julukan lain kota Amoy selain kota seribu kelenteng. Parahnya, singkatan itu tidak semuanya berujung baik, Amoy Singkawang indentik sebagai gudangnya pria-pria yang ingin mencari istri secara instans. Fenomena Amoy yang tersohor itulah yang melahirkan pernikahan lintas Negara.
Ketimpangan sosial ini menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di Kalimantan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan walaupun sadar tanah yang mereka pijak telah memberikan triliunan Dollar kepada pemerintah dan sebagian pengusaha. Bila kita mendengar terjadinya eksodus TKI dari daerah sekitar Kalimantan menuju Malaysia atau Brunai, maka kita tidak bisa menyalahkan mereka.
Bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan di negeri tetangga, itu adalah sebuah berkah, tapi bagi mereka yang tidak punya pilihan karena tidak dapat bekerja. Mereka hanya mengandalkan satu hal, diri mereka sendiri untuk dikorbankan. Itulah yang terjadi pada gadis-gadis Kalimantan yang banyak terjadi di sebuah daerah Kalimantan Barat, Singkawang. Gadis-gadis remaja yang beranjak dewasa atau disebut Amoy, rela melepas perawan mereka dengan diperistri oleh laki-laki luar yang kebanyakan berasal dari Malaysia, Taiwan, Hongkong dan Brunei.
Singkawang memang kota yang unik, hampir sebagian penduduknya secara garis besar adalah warga keturunan China yang telah hidup di Indonesia selama beberapa generasi dari nenek moyang mereka. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai petani, nelayan dan pedagang. Sayangnya, tidak semua penduduknya hidup seperti layaknya keturunan China di beberapa Negara atau kota yang hidup mewah ataupun sederhana. Banyak dari penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan yang sangat menyedihkan.
Kata Amoy adalah singkatan bagi gadis-gadis remaja keturunan China yang belum menikah. Boleh dikatakan Singkawang memang indentik dengan julukan lain kota Amoy selain kota seribu kelenteng. Parahnya, singkatan itu tidak semuanya berujung baik, Amoy Singkawang indentik sebagai gudangnya pria-pria yang ingin mencari istri secara instans. Fenomena Amoy yang tersohor itulah yang melahirkan pernikahan lintas Negara.
Pernikahan lintas Negara sepertinya sudah menjadi impian bagi gadis-gadis singkawang untuk mengubah garis hidup mereka yang miskin dengan harapan ketika menikah nanti, sang suami bisa mengubah semuanya. Lucunya lagi, keinginan gadis-gadis Amoy itu menjadi ladang bisnis yang subur bagi segelintir orang untuk mendirikan kantor agen biro jodoh. Jadi selain kantor agen biro tenaga kerja, agen biro jodoh ala makcomblang modern, kini sangat banyak tumbuh subur di Singkawang ( CIC: Selang 15 tahun belakangan ini saja sudah terjadi 55.800 lebih perkawinan lintas negara ini. Dan kebanyakan adalah dengan pria-pria dari negara Taiwan )
Keinginan besar untuk segera lepas dari garis kemiskinan membuat banyak gadis-gadis singkawang mendaftarkan diri ke Biro jodoh untuk dicarikan suami tanpa pernah merasakan cinta. Melihat fenomena itu, tidak heran begitu banyak para orang tua yang berharap melahirkan anak perempuan daripada laki-laki. Padahal tidak semua gadis Amoy ya1ng menikah dengan pria asing menjadi kaya seketika. Karena latar belakang pria yang akan menikahi gadis Amoy tidak akan pernah jelas sebelum gadis Amoy itu tiba di Negara Suami.
Gadis Amoy memang menjadi idaman bagi pria-pria asing untuk dinikahi, selain terkenal dengan tekun dan pekerja keras. Gadis amoy juga terkenal dengan rasa hormat serta pengorbanan yang tinggi kepada orang tua mereka. Itu terbukti dengan kerelaan mereka menikah dengan pria asing hanya untuk membantu perekonomian orang tuanya. Padahal, uang yang didapatkan dari hasil pernikahan itu tidak seberapa besarnya.
Seorang agen biro jodoh menjelaskan kalau seorang gadis Amoy yang menikah, biasanya akan mendapatkan mahar nikah dari suami yang berkisar antara 5-20 juta. Dengan uang sebanyak itu, maka sang anak gadis sudah resmi terjual kepada pria yang meminangnya. Celakanya dalam tradisi kebudayaan China, anak gadis ketika menikah dianggap telah lepas dari garis keturunan keluarga, itu terlihat dari hilangnya marga sang gadis mengikuti suami.
Gadis Amoy yang menikah tanpa cinta itu, setelah menikah tidak akan pernah melupakan keadaan orang tua. Biasanya setiap bulan mereka akan mengirimkan uang kepada orang tua, itulah yang membuat banyak orang tua yang berpikir pendek untuk tanpa ragu menikahkan anak gadisnya ketika menginjak usia 14 tahun. Padahal tidak semua pernikahan itu berujung bahagia, bisa jadi malah menjadi petaka.
Seperti yang dikisahkan oleh Asing. Gadis Amoy yang terpaksa menikah dengan pria Taiwan karena ingin membantu orang tuanya yang miskin. Asing menikah disaat usianya 14 tahun. Orang tuanya hanya petani serabutan, ia mendaftarkan dirinya ke agen biro jodoh setempat. Hanya seminggu setelah mendaftar, ia sudah dilamar oleh pria Taiwan berusia 30 tahun atau dua kali lipat umurnya. Dengan mahar sebesar 10 juta, ia pun menikah dan merantau ke negeri suaminya.
Awalnya ia berpikir kalau suaminya adalah orang kaya yang akan mengubah hidupnya, ternyata ia salah. Suaminya berbohong tentang semua kekayaan yang pernah dikatakan. Ketika tiba di Taiwan, ternyata sang suami hanyalah pedagang ikan yang berjualan di pasar. Kalau sudah begitu, Asing tidak punya pilihan selain ikut kepada suaminya, ia tidak bisa lari karena kendala bahasa dan lingkungan yang asing baginya.
Pernikahan itu seolah hanya untuk membuat suaminya memiliki pembantu, terbukti dengan betapa beratnya hidup Asing mengikuti suami. Ia harus membantu berdagang dan mencari ikan di laut. Hatinya miris dan ingin lari dari keadaan tapi tak berdaya, pasportnya ditahan sang suami. Demi membahagiakan orang tua, ia pun terpaksa menutupin semua kesedihan hatinya. Setiap bulan hasil keringat kerjanya dikirim kepada orang tua. Itupun hanya kalau sang suami berbaik hati memberikan uang.
Lain Asing lain pula dengan Alang. Ia menikah dengan pria Hongkong dengan keadaan cacat lumpuh. Ia rela menikah dengan pria itu untuk membantu ibunya yang sudah janda dan adik-adiknya yang masih kecil agar tetap bisa bersekolah. Ia seperti menjadi seorang suster bagi suami yang tidak mampu berjalan, setiap paginya ia harus merawat suami hingga malam. Tapi, sekali lagi.. Demi harapan besar agar hidup keluarganya berubah, ia menutup mata hatinya dan pasrah terhadap takdirnya.
Asing atau Aling hanya sebagian kecil dari ribuan gadis-gadis amoy yang berjuang hidup untuk orang tuanya. Banyak lagi yang tidak beruntung hingga mengalami siksaan fisik , cacat dan lebih buruk lagi dijadikan pelacur oleh suaminya sendiri. Mendengar hal-hal seperti itu, agen biro jodoh malah tidak pernah sepi dari gadis-gadis lugu yang tak berdaya karena kemiskinan untuk mengantri menunggu giliran takdir mereka selanjutnya..
Sungguh pilu melihat keadaan anak-anak Indonesia yang harus hidup tanpa nurani yang mampu berkata ataupun menjerit. Pernikahan ala export itu telah menjadi bagian daripada sindikat penjualan manusia secara legal. Tapi semua pihak tidak pernah bisa berdaya melihat kejadian fenomena ini. Mereka hanya bisa berharap kepada Tuhan agar fenomena ini berakhir, untuk berharap kepada pemerintah rasanya seperti bicara dengan burung didalam sangkar...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar