Kisah tertangkapnya Dian dan Randy karena menjual iPad, yang tidak memiliki petunjuk manual dalam bahasa Indonesia, menjadi pelajaran bagi publik. Namun penegak hukum juga diminta jangan pandang bulu menerapkan aturan itu.
Dian dan Randy didakwa Pasal 52 ayat 32 no 36/1999 tentang Telekomunikasi. Ia juga didakwa Pasal 8 ayat 1 huruf J UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Pasal 8 huruf J disebutkan "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 8 UU Perlindungan konsumen memang diatur larangan produksi dan memperdagangkan barang dan atau jasa sebanyak 10 butir huruf. Contohnya huruf i yaitu larangan "tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggap pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.
Contoh lainnya yaitu larangan memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan ukuran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukurang sebenarnya seperti yagn tercantum pada huruf c.
Dalam Pasal 3, disebutkan Undang-Undang perlindungan konsumen salah satunya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi (huruf d).
Bagi pelaku, aturan ini juga untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha (huruf e).
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kasus ini menjadi peringatan bagi para pedagang karena tak menjual sesuai UU Konsumen.
Namun hendaknya penegak hukum tidak pandang bulu karena di pasaran masih banyak barang ilegal yang merugikan konsumen "Langkah polisi sudah tepat. Ini menjadi peringatan bagi para pedagang" ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo kepadaVIVAnews.
Peraturan Menteri
Selain itu juga ada peraturan yang wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Kebijakan ini terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang.
Ketentuan Pasal 2 ayat 1 berbunyi: Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Pelaku usaha yang mengimpor barang pada saat barang yang diimpor memasuki daerah pabean RI telah berlabel dalam Bahasa Indonesia.
Awalnya aturan itu dikeluarkan untuk menahan impor barang ilegal, namun juga sebagai efektivitas pembinaan pengawasan perlindungan konsumen. Kewajiban pencantuman label dalam Bahasa Indonesia berlaku sejak 1 Oktober 2010, bagi semua produk impor non-pangan dan non-obat.
Untuk produk dalam negeri sendiri telah dilakukan 1 September 2010, sedangkan barang impor yang terlanjur berada di pasaran pemberlakuannya dimundurkan dari 21 Desember 2011 menjadi 1 Maret 2012.
Dalam Permendag itu diatur barang non pangan mencakup elektronika untuk keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika, barang sarana bahan bangunan, barang keperluan kendaraan bermotor, dan jenis barang lain seperti alas kaki dan bahan jadi kulit sehingga total sekitar 103 produk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar