Sabtu, 23 Oktober 2010

Antara Srigala Dan Manusia

(Epochtimes.co.id)
Kisah paling tak terlupakan yang terjadi lebih dari 40 tahun lalu. Suatu pagi pada pertengahan Oktober, tim kami terdiri dari sopir, tiga teknisi, dan empat pengawal bersenjata, masuk ke truk untuk melanjutkan eksplorasi tambang didaerah pegunungan Himalaya.

(INTERNET)

Semua orang memiliki senapan serbu dan pistol. Sebelum mulai, kenalan lamaku dari Suku Nakhi (sebuah suku yang tinggal di kaki Gunung Himalaya, Tibet) ingin ikut bersama kami. Karena salju semakin tebal di jalan, truk kami akhirnya tidak dapat berjalan. Kami tidak bisa bergerak maju atau mundur, karena truk akan meluncur menuruni gunung. Kami semua turun dari truk dan berusaha mencari cabang pohon untuk menahan roda belakang.

Pada saat yang sama, kami melihat gerombolan hewan berwarna kuning cokelat berjarak 200 meter dari kami, perlahan bergerak mendekat. Kami tidak dapat memastikannya. Mereka pasti bukan hewan ternak ataupun kumpulan serigala, karena serigala di utara berwarna keabu-abuan.

Tiba-tiba orang Nakhi berteriak, “Cepat masuk kedalam truk! Mereka kawanan serigala lapar! “

Kami masuk ke truk, dengan roda masih berputar. Kemudian kami melihat kawanan serigala semakin banyak. Delapan diantaranya terlihat perutnya kosong dan kakinya kurus. Ketika teman saya, Wu, mencoba menembak serigala dengan senapan, orang Nakhi itu berteriak, “Apa yang kamu lakukan?”

Dia merebut senapan dari tangan Wu dan berkata, “Anda tidak boleh menyulut api. Sia-sia saja karena mereka akan sembunyi di bawah truk ketika mereka mendengar suara atau masuk ke dalam hutan. Jika itu terjadi, kita menjadi hidangan empuk. Serigala-serigala itu akan mengunyah ban truk dan mengumpulkan lebih banyak kawanan untuk menyerang kita.”

“Apa yang harus kita lakukan?” tanyaku panik.

Orang Nakhi menjawab, “Jangan cemas, salju memblok gunung dan kawanan serigala kelaparan. Mereka semakin menggila. Apakah kita memiliki makanan di truk?”

“Ya”, jawab kami serempak.

“OK, buang makanan ke mereka,” perintah pria Nakhi itu.

Kami semua melemparkan daging asap, ham, dan dendeng rusa. Serigala-serigala menyerbu dan memakannya dengan lahap. Mereka kemudian duduk berbaris dan melihat pintu truk. Pria Nakhi itu berteriak lagi, “Makanan lainnya!”

Kami membuang 100 kilogram lebih daging dari truk kami! Kemudian melemparkan sekitar 50 kilo lagi. Aku ingin sekali menangis. Kawanan serigala tersebut kembali menyerbu pasokan daging tapi kini mereka makan lebih lambat. Kami bisa melihat perut mereka mulai penuh. Dalam waktu singkat, mereka habis melahap semuanya dan melihat ke arah pintu truk lagi.

“Ada makanan lagi?” tanya pria Naxi itu. “Jangan simpan apapun, Habiskan simpanan makanan dalam truk. Kita bisa membeli lebih banyak lagi saat berada di kota.”

Aku berpikir, “Apakah kami bakal mendapat kesempatan untuk kembali” Kami melemparkan semua makanan termasuk dendeng rusa favorit kami. Delapan serigala melahap semua daging, tetapi mereka hanya mengendus lusinan paket biskuit.

Kami menyadari bahwa perut kawanan serigala itu cukup penuh, cahaya bersinar lembut di mata mereka, dan mereka tidak lagi duduk membentuk barisan lurus. Salah satu dari mereka mengitari truk dua kali dan kemudian berlari ke depan truk. Setelah beberapa saat, ia memimpin ketujuh serigala lain dan berlari masuk ke hutan.

Kami melupakan rasa kecewa dan mulai mendorong truk sekali lagi. Tidak membantu, mungkin kami harus bermalam di sana. Kemudian delapan serigala besar keluar dari hutan dan menuju ke jalan. Anehnya, setiap serigala membawa ranting di mulutnya. Kami tidak tahu apa yang mereka lakukan, jadi kami masuk kembali ke truk untuk mengamati mereka.

Dalam sekejap, kawanan serigala meletakkan ranting-ranting tersebut di belakang roda belakang. Aku berteriak gembira, “Kawanan serigala datang untuk membantu kita.”

Serigala itu mendengar teriakanku dan menatapku. Mereka terlihat tidak buas. Kedelapan serigala itu langsung merangkak di bawah truk. Lalu aku melihat salju keluar dari kedua sisi truk, butiran salju menuruni gunung dan beberapa menumpuk di pinggir jalan. Setelah beberapa saat, delapan serigala keluar dari bawah truk dan berlari ke arah depan. Dengan kepala menghadap satu arah dan ekor menghadap bagian depan truk sambil berdiri dalam satu baris, mereka mendorong salju dengan mulut mereka. Lalu saling berhadapan, empat pada setiap sisi truk, mereka menendang salju-salju keras itu dengan kaki belakang mereka — perlahan-lahan permukaan jalan terlihat.

Air mata membasahi pipi, dengan gembira aku berkata pada Wu, “Kawanan serigala membantu kita mengeruk salju. Cepat nyalakan mesin truk.” Dan truk akhirnya bisa berjalan. Pria Nakhi itu memeluk kami.

Ketika truk bergerak maju, serigala-serigala melompat-lompat sambil memungut ranting-ranting dari tanah. Setiap kali truk berjalan di atas salju tebal, serigala meletakkan ranting-ranting di bawah dan mengulangi apa yang mereka lakukan sebelumnya. Hal ini terulang sekitar belasan kali hingga kami melaju lebih dari satu mil dan mencapai puncak gunung.

Setelah kami berada di puncak gunung, kawanan serigala tidak lagi memegang ranting di mulut mereka tapi duduk membentuk satu baris. Tapi kali ini, salah satu dari serigala terlihat lelah.

Pria Nakhi memberitahu kami bahwa serigala itu adalah pemimpin kawanan dan ide itu mungkin berasal darinya untuk membantu kami. Kami sangat terharu dan bertepuk tangan sambil mengucap syukur. Namun, kawanan serigala tersebut hanya menatap kami dan mengikuti si pemimpin berjalan perlahan ke atas gunung dan menghilang di balik hutan pinus.

(Huang Shan/The Epoch Times/val)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer