Meskipun ribuan gadis menderita efek samping yang parah akibat suntikan Gardasil, produsen Merck & Co, Inc, terus memproduksi dan memasarkan vaksin yang seharusnya melindungi perempuan dari kanker serviks (leher rahim). Saat ini para orang tua memperingatkan tentang vaksin tersebut di situs mereka.
Menurut Natural News Magazine, Food and Drug Administration (FDA) menyetujui vaksin Gardasil untuk pasar Amerika pada 2006 dan Februari 2009, lebih dari 40 juta dosis telah didistribusikan di seluruh dunia.
Gardasil merupakan vaksin yang seharusnya dapat mencegah kanker serviks yang disebabkan human papilloma virus (HPV). Virus ini menyebar melalui hubungan seksual atau kontak kulit.
Menurut situs www.Truthaboutgardasil.org, ribuan gadis yang menerima 1-3 suntikan vaksin dilaporkan mendapatkan efek samping yang parah, seperti kejang, stroke, penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan antibodi menyerang sel tubuh sendiri), kelelahan kronis, rambut rontok, sakit dada, lemah otot, perubahan siklus menstruasi, penglihatan kabur, kehilangan pendengaran, dan kelumpuhan. Kematian juga telah dilaporkan setelah menerima vaksin.
Penggagas situs tersebut Marian Greene, seorang ibu yang anak gadisnya menderita reaksi negatif terhadap vaksin. Greene berharap situs tersebut akan membantu meningkatkan kesadaran akan bahaya Gardasil dan vaksin lain pada umumnya. Dengan membagikan pengalaman dan berita cedera yang disebabkan vaksin ini, dia berharap dapat segera menyingkirkannya vaksin itu dari pasar.
Saat ini Merck juga merekomendasikan Gardasil untuk remaja pria. Perusahaan ini juga sedang berusaha menjangkau negara-negara berkembang, melalui bantuan kampanye baru, lapor Natural News.
Di Swedia, para orangtua melakukan gerakan menentang Gardasil. Ann-Britt Axelsdotter dari Gothenburg membuat sebuah situs: Mothers Against Gardasil (Para Ibu Menentang Gardasil). Dia memutuskan melakukan ini, setelah dia menerima surat iklan yang menawarkan Gardasil pada putri remajanya.
Negara-negara lain juga mengikuti
“Beberapa orang tua di Belanda, Inggris, dan Australia yang mengkhawatirkan masalah ini, ingin memberikan informasi yang lebih mendalam tentang vaksin dan yang terkandung di dalamnya,” tutur Axelsdotter kepada The Epoch Times.
Dia khawatir vaksin yang telah disetujui belum teruji baik dan menyebabkan banyak efek samping pada remaja putri di seluruh dunia.
“Tidak ada studi yang menunjukkan berapa lama vaksin ini efektif, yang berarti remaja putri harus mendapatkan suntikan serum tambahan di saat usianya yang masih belasan. Jika Anda sudah terinfeksi HPV, risiko kanker serviks sebenarnya akan meningkat jika Anda diberi vaksin tersebut,” kata Axelsdotter.
Axelsdotter mengatakan bahwa vaksin modern terbuat dari rekombinan DNA (rekayasa DNA), yang artinya mengandung substansi yang dapat menembus pelindung darah otak sehingga menyebabkan cedera parah. Vaksin HPV tidak diuji apakah bersifat karsinogenik (substansi penyebab kanker) atau tidak.
Dia mengecam pemasaran dan pendistribusian vaksin HPV yang sangat cepat di dunia Barat.
“Perusahaan farmasi sangat gencar melakukan lobi di semua negara, dan sekarang mereka menganggap vaksin itu akan menjadi bagian dari program vaksinasi anak saat ini. Begitu juga di Swedia.”
Dia juga memperingatkan vaksin-vaksin mahal yang tidak perlu.
“Vaksin HPV merupakan vaksin termahal yang pernah dipasarkan, terlepas dari kenyataan jika studi menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi HPV dapat diselesaikan sepenuhnya oleh diri mereka sendiri, dan vaksin itu memiliki risiko kesehatan yang potensial. Ini telah disampaikan Dr. Diane Harper, seorang peneliti terkemuka di bidang tersebut.”
Di Swedia, ada dua vaksin HPV yang tersedia: Gardasil dari Sanofi Pasteur, dan Cervarix dari GlaxoSmithKline.
Semua gadis Swedia usia antara 9-12 diduga telah diberi vaksin HPV awal Januari 2010. Namun, ada sengketa hukum yang sedang diperdebatkan antara Sanofi Pasteur (pengecer Merck) dan GlaxoSmithKline, tentang proses penentuan vaksin manakah yang semestinya diinvestasikan oleh pemerintah Swedia, tutup Axelsdotter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar