Di sebelah rumah saya, tinggal seorang gadis kecil bernama Sherly yang baru berusia empat tahun. Suatu hari, seorang guru Taman Kanak-kanak memberi Sherly semangkuk bubur ikan teri, tetapi Sherly tidak sanggup memakan bubur itu. Dia merasa semua mata ikan-ikan kecil itu sedang memandang ke arahnya.
“Bayi-bayi ikan ini seharusnya berada dalam laut dan bermain dengan ayah ibu mereka, mengapa mereka semua berada dalam mangkuk bubur saya?” Mata kesedihan ikan-ikan kecil itu benar-benar telah menyentuh hati kecilnya. Dia tidak meneteskan air mata, hanya dengan lembut mendorong mangkuk itu dari hadapannya.
Mulai saat itu, dalam hati Sherly berjanji untuk menghindari makanan sejenis. Meskipun Sherly masih tetap bermain dan bersenda gurau seperti sediakala, namun yang membedakan, dia mulai pilih-pilih makanan. Pada awalnya tidak ada orang yang memperhatikan, tetapi ketika makan bersama di resto cepat saji, bibinya menemukan perubahan dalam diri Sherly.
Tidak seperti biasanya Sherly hanya memesan salad dan kentang goreng. Bahkan saat di rumah nenek, Sherly juga tidak lagi menyantap habis iga dan ikan goreng buatan nenek yang paling ia gemari. Dengan sedih nenek berkata, “Siapa yang menyuruh anak ini berpantang daging? Usia masih begitu kecil mana boleh pantang daging?” Semua orang mencoba mencari jawaban darinya, tetapi Sherly tidak pernah menjawab.
Suatu hari, ibunya menemukan sebuah buku tentang melindungi kehidupan di dalam tas kecilnya. Menggunakan kesempatan ini, si ibu bertanya kepada Sherly mengapa dia hanya makan sayuran (pantang daging). Akhirnya Sherly menceritakan peristiwa tentang mata ikan-ikan kecil dalam mangkuk buburnya.
Sherly yang baru berusia empat tahun, bisa memahami bagaimana ikan-ikan kecil tersebut berjuang keras dalam lautan yang luas untuk mempertahankan hidup.
Masih ada lagi seorang anak kecil bernama Andy. Dia masih berusia empat tahun dan tinggal di AS. Dalam usianya yang sangat muda, Andy telah merasakan ratapan dan penderitaan umat manusia.
Saat itu Andy makan siang sambil nonton TV yang sedang menayangkan anak-anak Etiopia. Beberapa pasang mata tidak berdaya anak-anak itu sedang menatap ke arahnya. Secara spontan Andy tidak mampu menelan daging ayam yang ada dalam piringnya.
“Saya ingin memberikan daging ayam ini kepada mereka!” kata Andy kepada nenek yang ada disampingnya. Nenek Andy berkata, “Anak bodoh! Etiopia itu jauh sekali. Kalau daging ayam itu dikirim, sesampainya di sana daging ayam itu juga sudah tidak bisa dimakan!”
“Kalau begitu di sekitar rumah kita bukankah ada anak yang tidak bisa membeli makan?”
Nenek berkata, “Nenek kira pasti ada.”
Lalu Andy berkata, “Kalau begitu kita sumbangkan daging ayam ini kepada mereka.” Beberapa pasang mata yang sedang menahan lapar itu, telah membuat hati Andy timbul perasaan belas kasih yang kuat.
Dalam pandangan anak kecil, apa yang bisa mereka lihat? Ketika kita terlilit oleh dunia fana, jiwa kita menjadi kasar, mata hati kita tertutup. Kepolosan cara pandang anak kecil, serta sepasang mata mereka yang hangat dan penuh kasih, acapkali bisa membimbing kita kembali ke asal jati diri, menemukan kembali kemurnian dan ketulusan anak kecil yang sudah lama hilang dalam hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar