Jumat, 22 Oktober 2010

Marilyn Monroe

[Image:   20101002_122819_AP-201007-002148-D.jpg]

Lima dekade setelah kematiannya, Marilyn Monroe mengaku dirinya adalah perempuan berbahaya, rapuh dan penuh pengertian yang takut berubah gila.

Tulisan pribadinya yang akan dipublikasikan untuk pertama kalinya minggu depan, juga menunjukkan bahwa mendiang bintang itu ternyata kutu buku yang kerap mengutip penyair Inggris John Milton dan Sigmund Freud manakala didera putus asa oleh kesendiriannya.

Pengakuan sang aktris muncul dalam Fragments yang memuat kumpulan catatan, surat-surat pribadinya dan puisi yang ditinggalkannya untuk Lee Strasberg, guru spiritualnya, menjelang kematiannya di Los Angeles pada 1962 di usia 36 tahun.

Le Nouvel Observateur, mingguan Prancis, memublikasikan esktrak surat-surat yang disunting Bernard Comment, penulis Swiss dan Stanley Buchthal, yang menjadi pemilik resmi memoar Monroe tersebut. Edisi Bahasa Inggris memoar itu dipublikasikan pada 14 Oktober oleh HarperCollins.

Monroe terkenal karena memiliki masalah mental dan menyukai karya-karya sastra. Pengakuannya mengenai kehidupan terpribadinya --dari masa remaja sampai menjelang ajalnya tiba-- menjawab pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya kehidupan perempuan yang digambarkan sebagai wanita pirang bodoh dalam film-filmnya itu.

'Mengapa aku merasakan siksaan ini?' tulisnya dalam satu buku harian pada 1955.

'Atau mengapa aku merasa kurang manusia dibandingkan dengan yang lain (senantiasa merasa berada pada satu keadaan yang membuatku menjadi setengah manusia, di sisi lain, mengapa aku menjadi yang terburuk, mengapa?) Bahkan secara fisik, aku selalu yakin bahwa ada yang tidak beres dengan diriku.'

Pada 1958, di bawah piskoanalisis dan setelah kegagalan pernikahannya dengan sastrawan Arthur Miller, dia menulis: 'Tolong, tolong, tolonglah. Aku merasa kehidupan mendekatiku manakala semua yang aku inginkan sirna.'

Miller adalah satu-satunya orang dalam kehidupan Monroe yang dipercayai sang aktris seperti dia mempercayai dirinya sendiri, demikian pengakuan Monroe dalam catatan hariannya.

Di bagian lain, dalam fragmen tak berwaktu, dia menggambarkan keputusasaannya menghadapi satu adegan film.

'Aku lelah. Aku mencari cara untuk bisa memainkan peranku. Seluruh hidupku selalu membuatku tertekan. Bagaimana bisa aku memerankan seorang perempuan ceria, muda nan penuh harapan?'

Sebagai seorang bintang yang tengah naik daun pada awal 1950-an, dia menuliskan bait-bait puisi melukiskan kesunyian dirinya.

'Aku sendirian. Aku selalu sendiri, apapun yang terjadi...'

Di puisi lain, dia bersajak: 'Bagaimana jadinya aku sampai seperti mati dan benar-benar tiada.'

Pada 1961, Monroe menulisi Ralph Greenson, psikoanalisnya, bahwa dia membaca korespondensi Freud dan mendapati dirinya tertekan. Dia juga bercerita, bagaimana dia membanting kursi ke jendela di sebuah klinik, dan mengancam memotong urat nadi tangannya.

Tahun berikutnya, Monroe ditemukan mati di rumahnya karena overdosis menelan obat tidur. Seorang petugas koroner memastikan kematiannya karena bunuh diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer