Senin, 19 Juli 2010

Bhutan, Negara Paling Bahagia Sedunia (2)


Kiri: Jigme Singye Wangchuck IV, sang raja yang telah pensiun.  Kanan: Jigme Khesar Namgyel Wangchuck V, raja Bhutan saat ini.  (GETTY  IMAGES)
Kiri: Jigme Singye Wangchuck IV, sang raja yang telah pensiun. Kanan: Jigme Khesar Namgyel Wangchuck V, raja Bhutan saat ini. (GETTY IMAGES)

Raja berinisiatif menegakkan demokrasi

Sewaktu dinobatkan sebagai raja pada 1972, Jigme Singye Wangchuck IV yang kala itu berusia 17 tahun adalah raja tampan termuda di dunia. Setelah ia naik tahta, ia mengubah Bhutan yang sangat miskin menjadi negara berbasiskan modernitas berskala permulaan, terdapat empat buah PLTA ukuran besar yang menjamin pasokan aliran listrik, bersamaan dengan itu masih bisa mengekspor 71% nya ke India, dan menjadi sumber pemasukan terbesar Bhutan. Warganya menikmati pendidikan dan pengobatan gratis.

Raja mengabaikan tentangan massa, telah membuka diri bagi pasar saluran TV satelit dan internet, telah membuka bagi orang Bhutan jendela untuk memahami dunia, 33 stasiun luar negeri bisa diakses dari negeri itu.

Ketika berusia 50 tahun (2005), ia memilih mengundurkan diri pada 2008, demi memberikan kepada rakyatnya sebuah “jaminan pemerintahan demokratis masa depan yang tentram dan makmur”. Rakyat merasa terkejut dan tak berdaya, rakyat menolak dan berharap sang raja melanjutkan tahtanya.

“Untuk melaksanakan demokrasi, raja Jigme Singye Wangchuck IV dan putranya Jigme Khesar Namgyel Wangchuck V yang naik tahta pada 9 Desember 2006 menjelajahi setiap dusun di Bhutan, menjelaskan kepada seluruh rakyat keniscayaan sistem demokrasi bagi masa depan Bhutan dan pentingnya, banyak orang mengurus negara lebih masuk akal daripada satu orang.”

Mantan raja itu menjelaskan, ia bisa saja berupaya terus menjadi raja yang mencintai rakyatnya, tetapi ia tak mampu menjamin bahwa Bhutan setiap kali akan memiliki raja yang baik, demi kebahagiaan jangka panjang rakyat Bhutan, itulah mengapa harus melaksanakan demokrasi.

Sejak saat itu, meski raja masih bertugas sebagai pimpinan tertinggi Bhutan, tetapi kongres memiliki kekuasaan melakukan impeachment (meminta pertanggungjawaban) terhadap raja, asalkan voting melebihi 2/3, maka raja harus turun panggung.

Tatkala sebelum ada TV, perwakilan Bhutan di PBB mempunyai sebuah tugas istimewa yakni secara berkala mengirimkan video pertandingan Liga Bola Basket AS guna didalami tekniknya oleh raja. Karena mantan raja adalah seorang penggemar berat bola basket.

Kiri: Bandara Paro, satu-satunya lapangan udara Bhutan. (WIKIPEDIA). Kanan: Panorama desa Ura di wilayah Bumthang – Bhutan. (GETTY IMAGES)


Atraksi wisata Bhutan

Setiap tahun pada Maret hingga November adalah musim pariwisata Bhutan, terutama awal musim semi Bhutan pemandangannya teramat indah, tetapi demi melindungi sumber daya lingkungan hidup, jumlah pelancong tetap dibatasi.

Oleh karena Bhutan belum secara total membuka diri untuk pariwisata, maka jumlah kota pariwisata dengan atraksinya tidak banyak. Sebagai lokasi wisata utama ada di lembah sungai pegunungan Himalaya di wilayah tengah, pasar minggu ibu kota Thimphu yang sering dikunjungi wisatawan, setiap hari Minggu selalu dipadati pengunjung.

Di tempat itu selain dijual barang keperluan sehari-hari dan benda yang bercirikan lokal, juga terdapat benda kesenian rakyat seperti buku kuno dan barang antik, selalu saja menyedot banyak sorotan mata dan dana wisatawan.

Juga terdapat pemandangan yang wajib dikunjungi wisatawan seperti: bangunan bercorak Dzongpa, perpustakaan negara (tampak luarnya mirip kuil Lama), istana sungai Wang Chu dan kompleks stupa Sarira Maha Guru Padmasambhava.

Tengah: Punakha Dzong yang megah, ikon gaya bangunan kuil Bhutan, didirikan pada 1636, nomor 2 tertua di Bhutan. (PHOTOS.COM) Kanan: Kuil Sarang Harimau.(PHOTOS.COM)

Tashicho Dzong (大西丘宗), kuil Lama (biksu) tertua dari abad ke-13 sebagai pusat politik dan ekonomi penting, juga merangkap sebagai parlemen Bhutan. Dewasa ini di dalam kuil itu masih tinggal sejumlah 1.500 hingga 2.000 orang Lama. Politik-ekonomi dan agama di Bhutan senantiasa eksis dengan damai pada sebuah gedung yang sama.

Bangunan klasik itu dipergunakan sebagai kantor kerja sang raja beserta para pejabat tingginya, bersamaan juga sebagai lokasi aktivitas politik dan ekonomi pemerintah setempat. (Catatan: pusat politik-ekonomi di berbagai lokasi di Bhutan disebut Zhong (宗))

Paro Dzong yang terletak di kota Paro didirikan di atas Walled City dengan ketinggian 2.000 meter DPL (Di atas Permukaan Laut), bekas gedung kongres lama, pernah pula sebagai benteng yang kokoh tak bisa dibobol. Paro adalah kota terbesar ke dua di Bhutan, disebut sebagai kampung halaman sang Naga Guntur, satu-satunya bandara di Bhutan, penduduknya sekitar 6.000 orang.

Dongay Dzong adalah kuil kuno yang didirikan pada abad 17 di atas tebing terjal setinggi 900 meter, goa harimau tempat Maha Guru Padmasambhava berkultivasi, juga sebagai lokasi latar belakang pengambilan film Budha-Hidup Cilik, masih bisa disaksikan bekas kebakaran pada 1951.

Kuil Goa Harimau (Taktshang Goemba) adalah kompleks kuil Budha paling disucikan di seluruh Bhutan. Menurut catatan kitab/buku kuno, tatkala pada abad ke-8, Maha Guru Padmasambhava menunggang seekor harimau-terbang dari Tibet tiba di tempat tersebut untuk menaklukkan siluman iblis, dan pernah berkultivasi di tempat itu selama 3 bulan.

Sebuah menara pengamatan yang pada mulanya didirikan di atas gunung pada 1641 kemudian dinamakan Ta Dzong, tampak luarnya bagaikan sebuah benteng silindris. Kini telah diubah menjadi museum sejarah.

Tarian topeng Bhutan adalah pertunjukan kesenian ternama di seluruh dunia, ia adalah tarian bermakna ajaran keagamaan.

Selain itu, pabrik kertas Bhutan masih mewarisi teknik zaman nenek moyang, selain memberitahu kepada para wisatawan semacam teknik pembuatan kertas yang tanpa mencemari lingkungan, juga ia sendiri mewujudkan suatu spiritualitas. Bertindak selaras dengan hukum alam selain tidak bakal mencemari lingkungan, orang-orang masih bisa hidup dengan gembira di bawah naungan alam.

Sebetulnya konseplah yang menggerakkan perasaan manusia, bukan materi yang terlihat di permukaan. Sejak zaman kuno hingga kini dalam berbagai macam lingkungan, perasaan manusia tetap sama.

Manusia beranggapan mengejar kesuksesan ekonomi barulah sumber muasal kebahagiaan total, akan tetapi negara bahagia Bhutan menunjukkan kepada kita, sesungguhnya bukanlah demikian. (De Youshan/The Epoch Times/whs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer