Selasa, 20 Juli 2010

Dinasti Tang, Puncak Kejayaan China 2

Dinasti Tang dianggap sebagai era keemasan dalam sejarah China, masa dimana China menjadi bangsa yang terbesar dan terkuat di dunia. Puncak kejayaan Dinasti Tang merujuk pada masa antara pemerintahan Kaisar Taizong dan Xuanzong. Selama periode ini, China menganut sebuah sistem politik etis dan berkembang pesat di semua aspek termasuk perdagangan, sosial, budaya, dan kesenian.”

Sutra Intan, sebuah gambaran Buddha dicetak pada tahun 868. Menjadi  buku cetakan pertama yang dikenal luas di dunia. (PUBLIC DOMAIN)

Sutra Intan, sebuah gambaran Buddha dicetak pada tahun 868. Menjadi buku cetakan pertama yang dikenal luas di dunia.


Musik dan Tarian

Tarian dan musik zaman Dinasti Tang menampilkan gerakan terbaik dari generasi sebelumnya, dan mengadopsi saripati kebudayaan dari banyak bangsa minoritas maupun bangsa di Barat. Musik dan tarian pada periode ini adalah gambaran sejati dari sebuah masyarakat yang damai dan makmur dengan kemajemukan ratusan bangsa dalam keharmonisan yang sempurna.

Musik dan tarian Dinasti Tang sangat luar biasa dan mewah. Puisi dan prosanya tersusun ke dalam lagu-lagu dan syair pujian. Alat musiknya bermacam-macam, termasuk di dalamnya kecapi, harpa China dan drum.

Tariannya sangat anggun dan halus. Busananya kaya warna dan gaya. Di antara musik dan tarian Dinasti Tang ada “Musik Qingshang”, yang termasuk di dalam musik tradisional dari sejak zaman Dinasti Han dahulu. Terdapat pula “musik daratan Barat Laut” dan “musik Goryeo”, yang dinamakan serupa tempat mereka berasal.

Potongan asli yang tersusun lengkap selama Dinasti Tang adalah sebuah kombinasi antara musik, tarian dan puisi, seringkali dalam bentuk skala besar mewakili multi golongan.

Salah satu hasil karya paling terkenal yang pernah dibuat selama Dinasti Tang adalah “Li Shimin menaklukan Wuzhou”, yakni sebuah pertunjukan megah musik dan tarian yang menggambarkan dan mengagungkan keluhuran budi Taizong dalam mengalahkan seorang musuh yang keji, menyatukan bangsa dan membawa perdamaian bagi rakyat. Musiknya sangat populer, bahkan secara luas dikenal hingga ke negara lain di luar China.

Ideologi dan kepercayaan

Dinasti Tang adalah sebuah periode ketika era Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme terus berkembang ke puncak kepopuleran mereka. Mengajarkan tiga ajaran ini membantu mengatur perilaku masyarakat dan menyebar ke seluruh aspek masyarakat. Sebagai hasilnya, seluruh masyarakat mampu mempertahankan sebuah standar moral yang tinggi.

Taizong tidak hanya menghormati aliran Konfusianisme namun juga mendukung Taoisme dan Buddhisme. Selama era Dinasti Tang, terdapat sebuah sistem pemujaan yang lengkap kepada langit dan bumi serta para Dewa. Orang menghargai surga dan percaya akan Tuhan. Para cendikiawan menghormati Taoisme dan menjunjung sikap pemimpin berbudi luhur, bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Konfusianisme mengajarkan “seorang yang bajik mencintai sesama”. Aliran Taoisme mengajarkan, “penerangan Tao dan kebenaran”. Aliran Buddha mengajarkan “keselamatan dengan belas kasih”. Masyarakat pada zaman itu gigih berusaha mencari kebenaran dan dengan teguh memelihara hati yang luhur.

Taizong memerintahkan agar beberapa cendikiawan menyusun buku “Lima Keklasikan Konfusianisme”, yang menjadi standar buku pelajaran bagi siswa yang akan mengikuti ujian kerajaan. Demikian pula meninggalkan standar buku pelajaran untuk generasi berikutnya.

Dalam kesenian yang murni, terdapat pembelajaran yang didedikasikan kepada tokoh aliran Tao dan Buddha. Para musisi menyusun potongan-potongan musik Tao yang agung.

Dalam ilmu pengetahuan, seorang dokter pengobatan China terkenal, dokter Sun Simiao, penganut Taoisme yang mendedikasikan hidupnya untuk berkultivasi Tao dan menyediakan pelayanan pengobatan bagi masyarakat. Generasi selanjutnya menganugerahinya sebagai “Putra Matahari Sejati Tao” dan “Raja Pengobatan”.

Ajaran Buddha juga secara luas dipromosikan. Sejumlah besar kitab Buddha diterjemahkan dan disebarkan pada waktu itu. Orang mempercayai dharma-dharma dalam agama Buddha, dan hubungan sebab akibat karma. Mereka mengultivasi hati dan berusaha keras agar untuk menjadi lebih belas kasih.

Biksu pandai, Xuanzang, dengan hati belas kasih memutuskan pergi ke India untuk mencari beberapa kitab Buddha. Ia menghabiskan 17 tahun perjalanan jauh dan penuh rintangan ke India, dan kembali dengan membawa 657 kitab. Setelah kepulangannya, ia menerjemahkan semua kitab ke dalam bahasa Mandarin di Kuil Ci’en di Chang’an.

Taizong sangat menyambut prestasi rahib dan memberinya dorongan yang luar biasa. Selain itu, Taizong secara pribadi menuliskan beberapa kalimat prakata untuk koleksi Xuanzang. Dimulai dengan penjelasan bumi dan langit, yin dan yang, transformasi empat musim, nampak dan tak nampak, makrokopis dan mikrokopis, lalu transisi ajaran Buddha dan pujian luar biasa atas pencarian kitab Buddha. Prakata penuh dengan keagungan di setiap momentumnya, anggun dalam gaya kesusastraannya.

Pertukaran Budaya

Pemerintahan Zheng Guan sangat dikagumi oleh negara tetangga. Lebih dari 300 negara dan suku secara teratur mengirimkan utusan doplomatiknya ke China. Oleh karena itu istana kerajaan Tang mendirikan banyak organisasi untuk menyambut pengunjung asing dan menjaga hubungan baik bilateral. Banyak negara di Asia dan Afrika mengirimkan utusannya ke China. Negara lain mengadopsi banyak kebijakan dari Dinasti Tang. Di antara yang pergi ke ibu kota Chang’an, untuk mempelajari budaya Tang adalah anggota keluarga kerajaan, utusan, pelajar, seniman dan biksu. Chang’an menjadi ibu kota terbesar di dunia pada saat itu.

Guozijian (Pusat Akademi Feodal China) adalah akademi yang paling diakui di dunia. Jepang sendiri mengirimkan 19 grup utusan ke China, dengan total lebih dari 5.000, yang disebut sebagai Duta Tang Jepang. Para pelajar dari luar negeri mengakui institusi pendidikan tertinggi Tang, Guozjian.

Setelah beberapa tahun menuntut ilmu, para pelajar diizinkan menetap dan bekerja pada instansi pemerintahan China atau kembali ke negara asal mereka untuk menyebarkan budaya Han di negara mereka. Para biksu dari negara lain menetap dalam kuil dan berusaha tekun mempelajari kitab agama Buddha.

Beberapa negara mengundang para ahli China untuk mengajar di negara mereka. Sebagai contoh, biksu Jianzhen pergi ke Jepang sebanyak enam kali, membawa patung Buddha dan kitab agama Buddha ke Jepang dan menyebarkan Buddha Dharma beserta kebudayaan Tang di Jepang. Dengan demikian Ia telah membuat kontribusi yang besar kepada pertukaran budaya antara Jepang dan China.

Kebudayaan Tang memiliki prestasi gemilang yang akan terus bersinar di peradaban masyarakat China. Juga menjadi sebuah harta karun bagi seluruh dunia dengan makna yang dalam dan pengaruh luar biasa pada negara tetangga. Akan selalu meninggalkan kebanggaan dan kemuliaan bagi rakyat China. Kemakmuran, kerajaan yang bagaikan surga dan ketulusan Taizong, kebajikannya serta kelapangan hatinya, tidak akan terlupakan dari ingatan. (Zhi Zhen/The Epoch Times/mer)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer