Setiap pon biji kopi yang dikumpulkan dari kotoran hewan Luwak ini dapat dihargai hingga ratusan dolar AS. Beberapa negara yang memiliki banyak hewan Luwak seperti Indonesia dan Filipina pun terkena dampak dari "bom emas" kopi Luwak.
Menurut berita harian ekonomi, Luwak adalah hewan malam yang mempunyai kebiasaan mencari dan makan buah kopi matang yang paling enak di perkebunan kopi dan membuang biji kopi yang tidak dapat dicerna melalui kotorannya.
Biji kopi yang dimakan oleh Luwak juga mengalami proses fermentasi oleh enzim dalam tubuh Luwak, sehingga terciptalah kopi unik yang beraroma coklat dan tidak pahit. Karena keunikannya, dengan segera kopi Luwak pun menjadi salah satu primadona bagi pecinta kopi di dunia. Di Jepang dan Korea Selatan serta sejumlah negara lain, kopi ini dijual hingga 227 dolar AS setiap pon.
Setelah para penggemar kopi di Eropa, Amerika, serta Asia Timur mengetahui keunikan cita rasa kopi ini, permintaan akan kopi Luwak pun meningkat drastis. Membuat dua negara di Asia Tenggara yang memiliki hewan Luwak terbanyak, yaitu Indonesia dan Filipina, pun berlomba-lomba mencari dan menghasilkan kopi Luwak.
Rakyat Filipina ikut mencari dan mengumpulkan kotoran Luwak di sela perkerjaan mereka sebagai pemetik kopi di perkebunan kopi tempat mereka bekerja. Sedangkan petani Indonesia menangkap dan memelihara Luwak di halaman rumah mereka.
Di tengah keuntungan besar yang menggiurkan, sejumlah kopi Luwak palsu dan bermutu rendah juga bermunculan memenuhi pasar, persaingan yang sengit ikut menyulut perdebatan mengenai kopi Luwak itu sendiri.
Seperti apa sebenarnya kopi Luwak itu? Apakah kopi luwak berasal dari pemilihan buah kopi yang baik, atau proses pencernaan Luwak yang menghasilkan kopi beraroma unik? Namun keaslian kopi Luwak itu sendiri memang sulit untuk dibedakan, sehingga pengendalian mutu produk menjadi suatu tantangan yang sangat berat.
Pengusaha kopi asal Filipina, Leyes, menjelaskan bahwa ia hanya membeli biji kopi Luwak yang dikumpulkan secara liar. Meskipun demikian, terkadang ada juga petani yang menjual biji kopi biasa yang dicampurkan dengan kotoran yang tidak jelas kepada dirinya.
Setiap pon biji kopi Luwak dijual seharga 9 dolar AS, atau sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan harga biji kopi biasa. Namun jumlah hewan Luwak tidak sebanyak itu, sehingga tidak mudah untuk mengembangkan skala usaha ini. Salah satu faktor semakin sedikitnya jumlah Luwak adalah, hewan ini menjadi makanan favorit rakyat Filipina yang tinggal di wilayah pegunungan Catiyara. Apresiasi warga setempat terhadap Luwak adalah pada segi kelezatan dagingnya bukan pada kemampuan Luwak untuk memilih biji kopi.
Indonesia yang ingin menciptakan tren kopi Luwak juga menghadapi masalah semakin menciutnya populasi hewan ini. Meskipun perkembangan industri kopi luwak di Sumatera sangat pesat, mereka juga harus menghadapi ancaman serupa akibat semakin banyaknya populasi manusia yang berdampak pada tingginya angka penebangan hutan yang disinyalir dapat merusak habitat Luwak.
Sekitar 30 keluarga warga kecamatan Liwa di barat daya Sumatra berkecimpung di usaha kopi Luwak ini. Kurniawan adalah salah satunya. Saat ini ia memelihara 102 ekor Luwak, yang setiap bulannya mampu menghasilkan 250 kg biji kopi Luwak.
Setiap pon kopi Luwak dihargai antara 300 hingga 800 dolar AS tergantung tahun produksinya, karena kapasitas produksi kopi jenis ini yang memang tidak menentu setiap tahunnya. Kopi luwak Sumatra adalah kopi yang dihasilkan dari biji kopi pada kotoran Luwak di Sumatera, yang dipilih, dijemur, dihilangkan baunya, lalu diproses dengan menggunakan oven dan sejumlah proses lainnya, sehingga menghasilkan kopi berharga mahal dengan rasa unik yang langka di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar