Jumat, 16 Juli 2010

Piala Dunia Membongkar Kebusukan Negara KORUT


Situasi di Stadion Mbombela, 25 Juni 2010. Pantai Gading menang  atas Korut 3-0. (AFP)
Situasi di Stadion Mbombela, 25 Juni 2010. Pantai Gading menang atas Korut 3-0. (AFP)
Pertandingan terakhir Korut juga harus diakhiri dengan kegagalan, tiga kali berlaga dan semuanya kalah sehingga harus berpisah dengan Piala Dunia. Di antara 32 tim peserta Piala Dunia, hanya tim Korut yang berasal dari negara berpaham komunis. Tim nasional yang berlatih secara tertutup di daerah miskin Afsel ini selalu menghindari sorotan kamera, bahkan saat dalam latihan bersama yang diwajibkan FIFA, tim ini sempat mengusir para wartawan.

Korut yang terisolasi dari dunia luar, yang diketahui oleh masyarakat dunia tentang Korut hanya rencana pengembangan nuklirnya. Begitu juga halnya dengan tim sepak bola nasional Korut, yang selalu menyendiri dan menutup diri rapat-rapat dengan cadar yang tebal.

1,3 miliar jiwa penduduk China ternyata tidak berjodoh dengan Piala Dunia, padahal Korut yang bahkan untuk mengenyangkan perut pun susah ternyata malah bisa memperoleh tiket masuk ke Piala Dunia Afsel, banyak orang lantas bertanya-tanya, bagaimana Korut bisa masuk ke Piala Dunia ini?

Dalam pertandingan perdana selanjutnya, Korut melawan tim bintang yakni Brasil. Jelang akhir pertandingan saat mulai terlihat adanya penonton yang meninggalkan stadion, Korut berhasil memasukkan satu gol. Para penonton yang sudah terlanjur keluar stadion melewatkan pemandangan dahsyat saat Korut memasukkan satu gol karena mereka mengira Korut tidak akan mungkin bisa melawan tim kuat Brasil. Jangankan mencetak gol, tidak kebobolan saja sudah syukur. Namun keajaiban terjadi, Korut membobol gawang Brasil.

Munculnya Korut di Afsel saja sudah menjadi hal yang tak terduga, apalagi mereka berhasil mencetak satu gol saat melawan tim Brasil. Namun kejutan selanjutnya ternyata masih banyak.

Meskipun propaganda gembar gembor ala Kim Jong-il sebelum pertandingan sama sekali tidak diacuhkan oleh penonton, namun pertandingan perdana ini bisa dikatakan berhasil dengan baik walaupun akhirnya Korut kalah 1-2 dari Brasil, namun Korut berhasil menuai pujian.

Sepertinya tim Korut merupakan tim paling mengenaskan di seluruh dunia. Saat pertandingan 4 negara pada 2000 lalu, 4 – 5 anggota tim Korut harus berpatungan untuk membeli sekaleng Coca Cola.

Yan Shiduo yang kala itu menjabat sebagai Ketua Asosiasi Sepak Bola China bahkan sempat menangis setelah melihat cara tim Korut latihan. Menurut penuturan, itulah pertama kalinya “Raja Yan” menangis karena sepak bola.

Negara miskin tersebut bahkan tidak bisa menjamin kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh para pemain dan pelatihnya, apalagi belajar strategi yang canggih, atau mengundang pelatih profesional, atau berlatih di luar negeri. Saat penggemar bola di seluruh dunia meneriakkan gemilang prestasi Korut, bisa dirasakan bahwa di balik hasil 1 – 2 itu, terdapat kisah pilu dan penderitaan yang amat sangat.

Siaran langsung yang membanggakan dan memotivasi ini sayangnya tidak dapat disaksikan oleh masyarakat Korut, bahkan hasil pertandingan pun baru bisa didengar lewat siaran radio 6 jam kemudian. Pertandingan ulang yang dapat dilihat merupakan hasil pemutaran lewat kaset video. Faktor politik di balik tidak dilakukannya siaran langsung adalah sudah hal biasa. Alasan ekonomi adalah tidak mengeluarkan uang untuk membeli hak siaran ulang, rekaman video diunduh secara diam-diam dan dipindahkan ke dalam kaset bajakan.

Pertandingan melawan Brasil telah membuat Kim Jong-il merasa bahwa Korut tinggal selangkah lagi untuk bisa menjadi juara pertama di ajang Piala Dunia. Ia pun membuka blokir siaran langsung bagi pertandingan Korut melawan Portugal, dan mengira Korut akan tak terkalahkan. Hari itu di setiap pelosok dan jalanan ibukota Korut kosong melompong tak ada seorang pun. Semua warga Korut diam di rumah untuk menyaksikan pertandingan Piala Dunia. Ternyata, tim nasional Korut kalah telak 0-7 dari Portugal.

Pembawa acara dan dosen Universitas Olahraga Korut, Lee Donggui, saat menyaksikan kekalahan berturut-turut diam tak berkomentar. Saat tim Portugal memasukkan gol ke-4 di babak kedua, belum selesai penjelasan kekalahan tim Korut disebutkan, lagi-lagi Portugal sudah memasukkan 2 gol tambahan, ruang siaran pun hening tak bersuara.

Penggemar bola Korut mengatakan, “Sebagai seorang penggemar bola di Korut, saya bisa merasakan neraka. Hal ini membuat kami melihat kemampuan kami yang sesungguhnya, meskipun saudara-saudara kami yang baru kembali dari Jepang menangis sedih, tetap tidak akan bisa mengubah kenyataan!”

Entah bagaimana media Korut memberitakan kekalahan telak ini yang disaksikan oleh seluruh rakyatnya? Bagaimana mengisahkan legenda bahwa pemimpin mereka yang agung adalah serba bisa, yang tidak pernah kalah dalam berperang? Bagaimana dengan kekecewaan penggemar bola, meskipun tidak bisa menang melawan Portugal, setidaknya tidak kalah sedemikian telak?

Pakar mengkritik, tim Korut sama sekali tidak tahu diri, tidak bisa menempatkan diri dengan tepat, sehingga harus menerima kekalahan tragis ini. Dari ekspresi sang pelatih, Kim Jong-Hun, yang lugu seperti patung ayam, Anda bisa menebak bahwa ia hanya memerankan sosok “perantara kedua” saja, yaitu sebagai telepon genggam tak terlihat milik sang Jenderal (Kim Jong-il) yang secara langsung menurunkan instruksi strategi serangan langsung ke lapangan bola. Kekalahan tragis ini adalah diakibatkan karena menuruti instruksi strategi yang diarahkan Kim Jong-il, dan pelatih Kim Jong-Hun hanyalah sebuah alat kendali jarak jauh di dalam genggaman Kim Jong-il belaka.

Menjadikan sepak bola sebagai cabang olahraga nasional adalah salah satu kartu truf yang dimainkan oleh Kim Jong-il. Ia hendak memanfaatkan sepak bola untuk menyelamatkan kesan kejam dirinya di mata internasional, sekaligus juga menaikkan sedikit derajat Korut.

Di dalam rencana ekonomi Korut, ada sedikit investasi dan anggaran pokok untuk sepak bola, “jor-joran memperkuat tim”, Kim “secara pribadi membimbing langsung pengembangan tim tersebut”. Baik buruknya sepak bola Korut sama sekali tidak ada hubungannya dengan standar olahraga dan kebugaran fisik rakyat Korut, melainkan hanya bagian dari politik Kim saja.

Tayangan TV dalam pertandingan yang memperlihatkan suporter Korut namun sebenarnya adalah cuplikan tayangan suporter China itu, dijadikan bahan tertawaan berbagai media massa luar negeri. Pejabat kementerian luar negeri Korut bersikeras menyangkal perihal “orang China menyamar sebagai suporter bola Korut” itu, menandakan bahwa mereka menyadari bahwa hal ini sungguh memalukan dan sangat mencoreng citra negara.

Di satu sisi menunjukkan betapa miskinnya tanah air yang agung itu, di sisi lain telah menyingkap penggemar bola Korut terkena getah dari negaranya yang termasuk dalam negara poros jahat, sehingga tdk mendapatkan visa. Sementara PM Kim hanya dapat bertidak sewenang-wenang didalam negaranya, ibarat didalam kotak hitam yang tertutup, setibanya diluar negeri, seperti seorang “anak yatim dunia, anak buangan dunia”.

Satu hal yang mengharukan adalah, di balik latar belakang “Cheon-an” (kapal perang Korsel yang ditembak Korut), para penggemar bola Korsel tidak hanya mengelu-elukan timnya sendiri, mereka juga mengharapkan kemenangan bagi tim Korut, yang pasti bukan dilakukan karena adanya ancaman perang dengan Korsel, juga bukan sesuatu yang bisa dipahami oleh seorang Kim Jong-il yang tidak pernah menganggap rakyatnya sebagai manusia.

Piala Dunia seolah menyingkap cadar Korut yang terisolasi dan tim sepak bolanya yang misterius, selama 3 kali pertandingan grup piala dunia ini, tidak sedikit informasi yang terungkap mengenai tim Korut yang jarang diketahui orang, dan sempat menjadi bahan pembicaraan yang lagi-lagi menjadi sorotan perhatian. Ini mungkin menjadi makna tersendiri bagi Korut yang kembali ke ajang Piala Dunia setelah 44 tahun mendatang. (Yu Qingxin/The Epoch Times/lie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer