Sabtu, 17 Juli 2010

Guqin, Lebih Dari Sekedar Kecapi


(INTERNET)














Kecapi China kuno (guqin atau qin) lebih sekedar alat musik pertunjukan biasa. Ia memiliki sejarah panjang, kaya dan konotasi budaya mendalam. Kaum cendikiawan dan pemimpin zaman China kuno menganggapnya sebagai pertanda tingkat kultivasi seseorang, harmonisasi keluarga, kepemimpinan negara, dan stabilitas sosial. Ini merupakan simbol kehidupan intelektual.

Dalam Kitab Ritual tertulis, “Seorang intelektual tidak santai bagian dengan kecapinya atau Se (sebuah alat musik petik).” Konfusius juga mengatakan, “(Menjadi) berapi-api dalam puisi, jeli dalam tata cara, dan mahir dalam musik.”

Kecapi memainkan aspirasi konsepsi artistik - menghargai makna mendalam daripada kesempurnaan teknis semata. Ini melampaui batas-batas musik, mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam, konsep kosmik hubungan antara Langit dan manusia, serta buah pikiran atas kehidupan dan moralitas.

Oleh karena itu kecapi menjadi alat untuk memupuk karakter moral seseorang, mendapatkan pencerahan atas kebenaran yang lebih tinggi, dan mendidik orang. Para cendikiawan berbicara tentang Kebajikan atau Tao dari kecapi itu.

Dalam Panduan Kecapi Cai Yong menulis: “Pada zaman kuno, Fuxi membuat kecapi untuk menahan diri agar tidak menyimpang dan untuk menjaga timbulnya nafsu, sehingga seseorang dapat memupuk moralnya secara rasional dan kembali ke jati diri yang asli.”

Dalam Yueji, catatan musik kuno, tercatat: “Kebajikan adalah sifat alami yang paling lurus, dan musisi adalah kebajikan yang paling megah.”

Kebajikan adalah bawaan sifat manusia, dan musik adalah sublimasi dari kebajikan. Musik dalam alam yang tinggi merupakan ekspresi Prinsip Surgawi. Ketika orang menikmati musik, secara moral mereka akan terinspirasi dan masuk ke tingkat filosofi yang lebih tinggi.

Pada zaman kuno, kecapi merupakan instrumen musik yang perlu dipelajari oleh seorang pria sejati untuk memupuk moralnya. Sang musisi saat memainkan musik harus dengan hati yang jernih dan pikiran lurus untuk mencapai keselarasan jiwa dan raga.

Dalam sejarah, banyak pemain kecapi terkenal adalah orang-orang yang berkarakter mulia, berbudi luhur dan tidak tamak. Mereka seringkali menampilkan martabat yang tinggi, dan memainkan kecapi dengan perasaan hormat dalam lingkungan yang sangat indah. Pikiran mereka tenang, memungkinkan mereka untuk mencapai keselarasan dengan alam dan mendapat pencerahan atas kebenaran yang lebih tinggi, seperti dijelaskan Jika dalam puisinya:

Mataku menatap angsa kembali, jari saya memetik lima senar.

Saya mengangkat dan menundukkan kepala dengan rasa senang.

Pikiranku terpisah, masuk dalam keheningan!

Bahkan dalam lingkungan gaduh, seseorang dapat mempertahankan pikiran yang tenang, memainkan kecapi tanpa terpengaruh. Seperti yang dijelaskan Tao Yuanming (220-589 SM):

Membangun pondok beratap jerami di tengah-tengah lingkungan yang kacau,

Seolah-olah tidak ada kebisingan kendaraan atau suara kuda di dekatnya.

Bagaimana Anda bisa melewatinya?

Jika pikiran kita jauh, apapun tidak akan dapat mengganggu

Pikiran adalah yang utama dalam bermain kecapi. Pikiran yang murni akan menghasilkan musik yang murni. Pikiran yang makin jernih akan menghasilkan musik dengan makna yang lebih dalam, yang akan menyentuh hati para pendengarnya, mempengaruhi mereka, dan memungkinkan mereka untuk memahami dan meresapi pesan moral yang terkandung dalam musik, dan juga mempengaruhi penempatan serta keluasan pikiran dari pemainnya. Begitulah sifat seni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer